Program
Penanggulangan Penyakit Menular
(Diare)
Kelompok 1
Latifah
Husniati 1311211107
Yatmi 1311211118
Rizka
Yolanda 1311212049
Rafika
M 1311211027
Dosen
Pengampu :
dr. FAUZIAH ELYTHA,MSc
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015
Puji syukur kami haturkan ke
hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Program Penanggulangan Penyakit Menular yang berjudul “Program Penanggulangan Penyakit Diare”.
Kami mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini, kepada dosen yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan makalah ini,
teman-teman, dan semua pihak yang terkait.
Tak ada gading
yang tak retak, demikian halnya dengan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna, untuk itu dengan senang hati kami senantiasa
menanti kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan untuk
ke depan. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat memberikan
bermanfaat.
Padang, Agustus 2015
Kelompok
.
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di berbagai negara masalah penyakit
menular dan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masih menjadi
isu sentral yang ditangani oleh pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian
dari misi Peningkatan Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku
masih menjadi risiko utama dalam penularan dan penyebaran penyakit menular,
baik karena kualitas lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat
pencemaran lingkungan. Sehingga insidens dan prevalensi penyakit menular yang
berbasis lingkungan di Indonesia relatif masih sangat tinggi.
Pembangunan kesehatan merupakan
bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berperan penting
dalam meningkatkan mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan
kesehatan tersebut ditetapkanlah Visi Indonesia Sehat 2015 yang merupakan
cerminan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia dengan ditandai oleh
penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan dengan perilaku yang
sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik
Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut diselenggarakan upaya pembangunan
kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota maupun oleh masyarakat termasuk swasta.
Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan, menyatakan bahwa ‘Kesehatan merupakan hak asasi setiap
orang dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita – cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka tuntutan untuk mendapatkan
pelayanan yang bermutu dan optimal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat’.
Perubahan Paradigma Kesehatan, bahwa
pembangunan kesehatan lebih diprioritaskan pada upaya pencegahan dan promosi
dengan tanpa meninggalkan kegiatan kuratif dan rehabilitatif, telah mendorong
upaya dari dinas kesehatan umumnya dan dalam bidang penyehatan lingkungan
permukiman serta tempat- tempat
umum dan industri pada khususnya untuk lebih menggali kemampuan dan kemauan
masyarakat untuk dapat meningkatkan dan memecahkan permasalahan kesehatannya
sendiri.
Keadaan kesehatan lingkungan di
masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena
menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Mobilitas dan
Peningkatan jumlah penduduk, penyediaan air bersih, pemanfaatan jamban, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah, penggunaan pestisida,
masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, polusi
udara,air dan tanah dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan
Penyakit Menular misalnya saja diare.
Penyakit diare
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai
negara di termasuk indonesia. Diperkirakan 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta
kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak engalami
episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih
kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun.
Penyebab utama
kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan
infeksi. Golongan uur yang paling menderita akibat diare adalah anak- anak
karen adaya tahannya lemah. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan angka kematian diare pada anak balita adalah 6,6% per tahun pada
tahun 1980, kemudian 3,7% tahun 1985, 2,1% tahun 1992 dan 1% tahun 1995. Diare
merupakan
penyebab kurang gizi yang terutama pada anak. Diare menyebabkan anoreksia (kurangnya
nafsu makan) sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat menyebabkan
kurangnya penyerapan usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi,
kebutuhan sari makanan pada anak mengalami diare akan meningkat, sehingga
setiap serangan diare akan menyebabkan kurang gizi. Jika hal ini berlangsung
terus- enerus akan mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu.
Diare dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya :
1.
Keadaan lingkungan
2.
Perilaku masyarakat
3.
Pelayanan masyarakat
4.
Gizi
5.
Kependududkan
6.
Pendididkan
7.
Keadaan soasial ekonomi
1.2 Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diare?
2. Apa
epidemiologi dan etiologi penyakit diare?
3.
Bagaimana penularan penyakit diare?
4.
Apa langkah
pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi penularan penyakit diare?
5.
Apa program
yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk mencegah
penularan penyakit diare?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Sebagai pemenuhan Tugas Mata
Kuliah Program Pemberantasan Penyakit
Menular
2.
Untuk menambah wawasan mengenai Penyakit Tidak Menular
3.
Untuk
mengetahui program apa saja yang dilakukan untuk memberantas penyakit diare.
BAB 2 : PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Diare
Diare dalah
perubahan frekuensi dan konsentrasi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefenisiskan
diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari sealam (selama 24
jam). Para ibu munkin memepunyaki kriteria tersendiri mengenai lembek, cair,
berdarah, berlendir, atau dengan muntah (muntahber). Penting untuk menanyakan
kepada orang tua mengenai frekuensi dan konsentrasi tinja anak yang dianggap
sudah tidak normal lagi. Diare adalah
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja lembek
sampai mencair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lazimnya 3
kali atau lebih) dalam sehari (Depkes RI, 2002).
Diare dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu
serngan (onset)yaitu :
1.
Diare akut yaitu < 2 minggu
2.
Diare kronik > 2 minggu
2.2 Epidemiologi
Sekitar lima juta
anak di seluruh dunia meninggal karena diare akut.di Indonesia ada tahun 70
sampai 80-an , prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 pendududk per
tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak dibawah usia lima
tahun (balita). Deperkirakan kematian anak- anak akibat diare sekitar 200 – 250
ribu setiap tahunnya.
Angka CFR menurun
dari tahun ke tahun, pada tahun 1975 CFR sebesar 40-50%, tahun 1980-an CFR
sebesar 24%. Berdasarkan hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT), tahun 1986 CFR sebesar 15%, tahun 1990 CFR
sebesar 12%, dan diharapkan pada tahun 1999 akan turun menjadi 9%. Di
Indonesia, laporan yang masuk ke departemen kesehatan menunjukkan bahwa setiap
anak mengalami serangan diare sebanyak 1,6 – 2 kali setahun. Angka kesakitan
dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Tabel 1.1 angka kesakitan dan kematian akibat diare (semua
umur) tahun 1990- 1999
Tahun
|
Angka kesakitan
penduduk -per 1000 penduduk
|
CFR (%)
|
1990
|
29,79
|
0,024
|
1991
|
25,64
|
0,027
|
1992
|
25,41
|
0,017
|
1993
|
28,77
|
0,015
|
1994
|
26,64
|
0,019
|
1995
|
24,26
|
0,021
|
1996
|
23,57
|
0,019
|
1997
|
26,20
|
0,012
|
1998
|
25,30
|
0,009
|
1999
|
26,13
|
0,008
|
Tabel 1.1 Menggambarkan penurunan angka
kesakitan diare dari 29,79 per 1000 penduduk tahun 1990 mencapai angka terendah
23,57 per 1000 penduduk pada tahun 1999. Demikian pula dengan angka kematian,
terjadi penurunan dari 0,024% pada tahun 1990 menjadi 0,006% pada tahun 1999.
Angka inibrelatif lebih rendah dibandingkan angka hasil SKRT karena sistem
pencatatan dan pelaporan yang masih lemah.
Masih seringnya
terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebkan pemberantasannya
menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB
diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Data KLB
diare dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Indonesia tahun
1996-2000
Tahun
|
Penderita
|
Meninggal
|
CFR (%)
|
1996
|
6.136
|
161
|
2,62
|
1997
|
17.890
|
184
|
1,08
|
1998
|
11.818
|
275
|
2,33
|
1999
|
5.159
|
76
|
1,47
|
2000
|
5.680
|
109
|
1,92
|
KLB diare menyerang hampir
semua provinsi di Indonesia. Angka kematian yang jauh lebih tinggi daripada
kejdian kasus diare biasa membuat perhatian para ahli kesehatan masyarakat
tercurah pada penanggulangan KLB diare secara cepat.
2.3 Etiologi
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Virus: Rotavirus (40-60%), adnovirus
2.
Bakteri: Eschericia coli (20-30%), Shigella sp (1-2%), vibrio cholerae, dan lain- lain
3.
Parasit : Entamoeba
histolytica (<1%), Griadia Lambia dapat
dilihat pada gabar 23.1
4.
Keracunan makanan
5.
Melabsorbsi : karbohidrat, lemak, dan protein
6.
Alergi : makanan, susu sapi
7.
Imunodefisiensi : AIDS
2.4 Penularan
Penyakit diare
sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan
penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanise berikut ini.
1.
Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat
terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah- rumah, atau tercemar
pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempa penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
2.
Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang terinfeksi mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh
binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu
dpat menularkan diare ke orang yang memakannya.
3.
Faktor yang meningkatkan resiko diare adalah :
a.
Pada usia 4 bulan bayi ditadk lagi diberi asi ekslusif. (ASI
ekslusif) adalah pemberian ASI saja
sewaktu bayi berusia 0-4 bulan ). Hal ini akan eningkatkan resiko kesakitan dan
kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat- zat kekebalan terhadap infeksi.
b.
Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian
botol akan meningkatkan resiko pencemaran kuman, dan susu akan
terkontaminasioleh kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu
tidak segera diminum.
c.
Menyimpan makanan pada sushu kamar. Kondisi tersebut akan
menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makan yang
merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d.
Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah
buang air besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung.
2.5 Gejala dan Tanda
Beberapa gejala dan tanda diare antara lain :
1.
Gejala umum
a.
Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
b.
Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis kut
c.
Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d.
Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit
menurun, apatis bahkan gelisah
2.
Gejala spesifik
a.
Vibrio Cholerae : diare hebat,
warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis
b.
Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1.
Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase
cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, berat.
2.
Gangguan sirkulasi
Pada saat diare akut,
kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilagan cairan
ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang
disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3.
Gangguan Asam Basa (asidosis)
Hal ini terjadi
kehilangan cairan elektrolit
(bikarbonat) dari alam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafpas cepat
untuk membantu meningkatkan pH arteri.
4.
Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi
pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat
mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belu diketahui, kemungkinan karena
kekurangan cairan ektraseluler enjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan
intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koa.
5.
Gangguan gizi
Gangguan gizi terjadi karena
asupan akanan yang kurang dan output ysng berlebihan. Hal ini bertambah berat
bila pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita mengalami
kekurangan gizi.
Derajat dehidrasi akibat
diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel,
masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak
masih mau makan dan minum seperti biasa.
2.
Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau
gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika
dicubit.
3.
Deidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata
cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat
leemah.
(Gambar rantai penularan diare)
2.6 Pengobatan
Pengobatan diare berdasarkan derjat dehidrasinya.
1.
Tanpa dehidrasi, denga terapi A
Pada keadaan ini, buang air
besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut mulai mencret. Anak yang mengalami
kondisi ini masih lincah dan masih mau makan dan minum seperti biasa.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota keluarga lainnya
dengan memberikan makan dan minum yang ada di rumah seperti air kelapa, larutan
gula garam, air teh maupun oralit. Istilah pengobatan ini adalah dengan
menggunakan terap A.
Ada tiga cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di
rumah.
a.
Memberikan anak lebih banyak cairan
b.
Memberikan makanan terus menerus
c.
Membawa ke petugas kesehatan
bila anak tidak membaik dalam tiga hari.
2.
Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terpai B
Diare dengan dehidrasi
ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai 5% dadri berat badan, sedangkan
pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-10% dari berat badan. Untuk
mengobati penyakit diare dehidrasi ringan atau sedang digunakan terapi B, yaitu
sebagai berikut:
Pada tiga ja pertama jumlah
oralit yang digunakan:
Umur
|
<1 Tahun
|
1-4 tahun
|
>5 Tahun
|
Jumlah oralit
|
300mL
|
600 mL
|
1200 mL
|
Setelah itu tambahkan setiap
kali mencret.
Umur
|
<1 Tahun
|
1-4 tahun
|
>5 Tahun
|
Jumlah oralit
|
100 mL
|
200 mL
|
400 mL
|
3.
Dehirasi berat, Terapi C
Diare dengan dehidrasi barat
ditanndai dengan mencret terus menerus, biasanya lebih dari 10 kali disertai
muntah, keilangan cairan lebih dari 10% berat badan. Diare ini diatasi dengan
terapi C, yaitu perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL (
Ringer Laktat)
4.
Teruskan pemberian makan. Pemberian makanan seperti semula
diberikan sedini mungkin dan disesuaikan denga kebutuhan. Makanan tambahan
diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila
sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat
diteruskan memberikan susu formula.
5.
Antibiotik bila perlu
Sebagai dasar penyebab diare
adalat Rotavirus yang ridak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus
diare karena tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.
2.7 Pencegahan
Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi
kesehatan, antara lain:
1.
Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah “3
tidak”, yaitu tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa.
2.
Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan
sebagian besar kuman penyakit.
3.
Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan, dan sesudah buan iar besar.
4.
Memberika ASI pada anak sampai berusia 2 tahun.
5.
Menggunakan jamban yang sehat.
6.
Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
Berikut tingkatan
pencegahan penyakit menular:
Upaya pencegahan dapat dilakukan
sesuai dengan perkembangan patologis penyakit atau dengan kata lain sesuai
dengan riwayat alamiah penyakit tersebut.
Ada 3 tingkat utama pencegahan :
1.
Pencegahan tingkat pertama (Primer
prevention)
Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan
saat proses penyakit belum mulai (pd periode pre-patogenesis) dengan tujuan
agar tidak terjadi proses penyakit
Tujuan: mengurangi
insiden penyakit dengan cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor
risikonya
Upaya yang dilakukan adalah untuk memutus mata rantai infeksi “agent – host
- environment” terdiri dari:
a. Health promotion (promosi kesehatan)
b. Specific protection (perlindungan
khusus)
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
a. Health promotion (promosi kesehatan)
-
Pendidikan kesehatan, penyuluhan
-
Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
-
Penyediaan perumahan yg sehat
-
Rekreasi yg cukup
-
Genetika
-
Pemeriksaan kesehatan berkala
b. Specific protection (perlindungan
khusus )
-
Imunisasi
-
Kebersihan perorangan
-
Sanitasi lingkungan
2.
Pencegahan tingkat kedua( Sekunder
prevention)
Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan
saat proses penyakit sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit
(patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut
Tujuan: menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
Terdiri dari :
a. deteksi dini
b. pemberian pengobatan (yang tepat)
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya terebut
adalah
a. Deteksi dini
-
Penemuan kasus (individu atau masal)
-
Skrining
-
Pemeriksaan khusus dengan tujuan
-
Menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut
-
Mencegah penyebaran penyakit menular
-
Mencegah komplikasi dan akibat lanjutan
-
Memperpendek masa ketidakmampuan
b. Pemberian pengobatan
-
Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit
-
mencegah komplikasi dan sekuele yg lebih parah
-
Penyediaan fasilitas khusus untuk membatasi ketidakmampuan dan mencegah
kematian
Contoh
PMS Ã kultur rutin bakteriologis utk infeksi asimtomatis pd
kelompok resti
Sifilis à tes serologis utk infeksi preklinis pd kelompok risti
DBD Ã pemeriksaaan rumple leed
3.
Pencegahan tingkat ketiga ( tertiary prevention)
Adalah Pencegahan yg dilakukan saat
proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan untuk
mencegah cacad dan mengembalikan penderita ke status sehat
Tujuan: menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan dan
membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang
tidak dapat diobati lagi. Terdiri dari:
a. Disability limitation
b. Rehabilitation
Kegiatan yang
dilakukan dalam upaya tersebut adalah :
a. Disability
limitation
-
Penyempurnaan dan
intensifikasi pengobatan lanjutan agar tidak terjadi komplikasi.
-
Pencegahan terhadap
komplikasi maupun cacat setelah sembuh.
-
Perbaikan fasilitas
kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
-
Mengusahakan
pengurangan beban beban non medis ( sosial ) pada penderita untuk memungkinkan
meneruskan pengobatan dan perawatannya.
b. Rehabilitasi
-
Penempatan secara selektif
-
Mempekerjakan sepenuh mungkin
-
penyediaan fasilitas untuk pelatihan hingga fungsi tubuh dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya
-
Pendidikan pada masyarakat dan industriawan agar menggunakan mereka yang
telah direhabilitasi
-
Penyuluhan dan usaha
usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh.
-
Peningkatan terapi
kerja untuk memungkinkan pengrmbangan kehidupan sosial setelah ia sembuh.
-
Mengusahakan suatu
perkampungan rehabilitasi sosial.
-
Penyadaran masyarakat
untuk menerima mereka dalam fase rehabilitasi.
-
Mengembangkan
lembaga-lembaga rehabilitasi
Contoh
Fraktura & cedera à memasang rel pegangan tangan (handrails) di rumah
orang yg mudah jatuh
Ulserasi kulit kronis à penyediaan matras khusus utk penyandang cacat
berat
Pencegahan penyakit menular di tingkat pelayanan primer/puskesmas dilakukan
melalui program :
1.
P2 TBC
2.
P2 IMS HIV/AIDS
3.
P2 Kusta
4.
P2 ISPA
5.
P2 Malaria
6.
P2 Flu Burung
7.
P2 DBD
8.
P2 DIARE
9.
Pencegahan Penyakit / Imunisasi
10.
Surveilens Epidemiologi
Cara melakukan pencegahan diare yang efekrif dan benar:
- Memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan dan diteruskan sampai bayi berumur 2 tahun
- Memberikan makan pendampinf
ASI yang sesuai umur
- Memberikan minuman air yang
sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup
- Mencucu tangan dengan sabun
sebelum makan dan sesudah air besar
- Membuang air besar di jamban
2.8 Program Pemberantasan
1.
Kebijaksanaan
Meningkatkan kualitas
dan pemerataan pelayanan dengan meningkatkan kerjasama lintas program dan
lintas sektor.
2.
Strategi
a.
Tata laksana pasien di rumah
·
Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti air
tajin, larutan gula garam dan air kelapa
·
Meneruskan pemberian makanan lunak dan tidak bersifat
merangsang lambung, ditambah makanan ekstra setelah diare
·
Membawa pesan kesarana kesehatan bila:
-
Buang air besar sering dan banyak.
-
Makin kehausan
-
Tidak dapat makan atau minum
-
Demam
-
Ditemukan darah pada tinja
-
Kondisi makin memburuk dalam 24 jam
b.
Tata laksana penderita di sarana kesehatan
-
Rehidrasi oral
-
Memberi infus denga Ringer Laktat
-
Menggunakan obat rasional
-
Memberi nasihat tentang makanan, rujukan, dan pencegahan
c.
Pencegahan penyakit
-
Menanamkan higene pribadi
-
Merebus air minu sebelum digunakan
-
Menjaga kebersihan lingkungan (WC dan SPAL)
3.
Langkah-Langkah
Untuk mencapai tujuan diatas
diperlukan:
a.
Kerjasama lintas program dan lintas sektor
b.
Pelatihan atau penyegaran tentang diare
c.
Pemantapan manajemen serta pencatatan dan pelaporan kasus
diare
d.
Pemantapan manajemem persediaan oralit
e.
Peningktan sistem kewaspadaan dini dalam kejadian laur biasa
f.
Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi
g.
Mengupayakan peningkatan pengetahuan dan
partisipasi kader kesehatan di desa untuk melaporkan setiap ada kasus diare
yang terjadi pada daerah tersebut
4.
Kegiatan
a.
Penemuan dan pengobatan pasien sedini mungkin
-
Jangka pendek
·
Menemukan dan mengobati pasien
·
Melakukan rujukan dengan cepat
·
Melakukan kaporisasi air dan disinfeksi kotoran yang tercemar
·
Memberikan penyuluhan tentanh higiene dan sanitasi lingkungan
·
Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor
-
Jangka panjang
·
Memperbaiki faktor lingkungsn
·
Mengubah kebiasaan tidak sehat mejadi kebiasaan sehat.
·
Pelatihan petugas.
5.
Pencatatan dan Pelaporan
Dilakukan oleh kader dan
petugas kesehatan
.
6.
Pemantauan dan Evaluasi
a.
Pemantauan wilayah setempat
b.
Evaluasi program dapat dilaksanakan dengan menggunakan
laporan hasil pemantauan, sehingga dapat diketahui:
·
Cakupan Pelayanan
Perkiraan kasus diare di masyarakat=
3% x jumlah penduduk
·
Kualitas tata laksana pasien
Kualitas
tata laksana pasien baik jika hasil perhitungan > 95%
·
Masalah tata laksana pasien
Masalah
tata laksana pasien diare dikatakan baik jika hasil perhitungan >3%
·
Peran serta masyarakat
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tata laksana yang kurang tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat
dan tepat.
WHO memperkirakan 4 milyar kasus diare terjadi di dunia pada tahun
2007 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak di bawah umur
5 tahun (Adisasmito, 2007: 2). WHO juga menyebutkan penyakit infeksi seperti
diare (18%), pneumonia (14%), dan campak (5%) merupakan beberapa penyebab
kematian anak-anak usia balita di Indonesia (Solares, 2011).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, pada tahun 2010
jumlah penderita diare meningkat menjadi 8.443 kasus dengan korban yang
meninggal sebanyak 209 jiwa, dan terjadi KLB di 15 propinsi, sedangkan pada
tahun 2011 KLB diare terjadi di 11 propinsi den- gan jumlah penderita sebanyak
4.204 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74%. Pada
tahun 2012 dengan jumlah penderita sebanyak 5.870 orang.
2.9 Gambaran Berdasarkan Survei dan Penelitian
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Prevalensi diare dalam Riskesdas
2007 diukur dengan menanyakan apakah responden pernah didiagnosis diare oleh
tenaga kesehatan dalam satu bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak
pernah, ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air
besar >3 kali sehari dengan kotoran lembek/cair.
Responden yang menderita diare ditanya apakah minum oralit atau
cairan gula garam. Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%),
tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%).
Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera
Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara
Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua
Barat dan Papua) yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini
BAB 3 : KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Penyakit diare
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai
negara di termasuk indonesia. Diperkirakan 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta
kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak engalami
episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih
kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun.
Penyebab utama
kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja. Untuk itu diperlukan program pemberantasan enyakit
diare agar tidak menjadi Kejadian Luar Biasa di suatu wilayah.
3.2 Saran
Diaharapkan dengan mempelajari materi Program
Pemberantasan Penyakit ini, mahasiswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari demi mencapai Indonesia sehat dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (2008). Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare. Depkes RI
Nasry
Noor,Nur.Prof.Dr.MPH.2009.Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular.Rineka
Cipta:Jakarta
Kementerian
Kesehatan RI. Buletin Jendela Data dan Informasi, Volume 2, Triwulan 2, 2011
Mafazah,Lailatul.Ketersediaan Sarana
Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu dan Kejadian Diare.Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 8 (2):176-182
Widoyono,Dr.MPH.2005.Penyakit
Tropis.Erlangga:Semarang