Sabtu, 05 September 2015

Program Penanggulangan PM (Diare) Unand

Program Penanggulangan Penyakit Menular
(Diare)


 









Kelompok 1
                                               Latifah Husniati           1311211107
                                               Yatmi                            1311211118
                                               Rizka Yolanda              1311212049
                                               Rafika M                      1311211027
                            


Dosen Pengampu :
dr. FAUZIAH ELYTHA,MSc





FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2015




Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Program Penanggulangan Penyakit Menular yang  berjudul “Program Penanggulangan Penyakit Diare”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, kepada dosen yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan makalah ini, teman-teman, dan semua pihak yang terkait.
Tak ada gading yang tak retak, demikian halnya dengan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu dengan senang hati kami senantiasa menanti kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan untuk ke depan. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat memberikan bermanfaat.



Padang,  Agustus  2015



Kelompok
.









DAFTAR ISI


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



BAB 1 : PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Di berbagai negara masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam penularan dan penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan. Sehingga insidens dan prevalensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di Indonesia relatif masih sangat tinggi.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut ditetapkanlah Visi Indonesia Sehat 2015 yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia dengan ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan dengan perilaku yang sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut diselenggarakan upaya pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota maupun oleh masyarakat termasuk swasta.
Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, menyatakan bahwa ‘Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita – cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu dan optimal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat’.
Perubahan Paradigma Kesehatan, bahwa pembangunan kesehatan lebih diprioritaskan pada upaya pencegahan dan promosi dengan tanpa meninggalkan kegiatan kuratif dan rehabilitatif, telah mendorong upaya dari dinas kesehatan umumnya dan dalam bidang penyehatan lingkungan permukiman serta tempat- tempat umum dan industri pada khususnya untuk lebih menggali kemampuan dan kemauan masyarakat untuk dapat meningkatkan dan memecahkan permasalahan kesehatannya sendiri.
Keadaan kesehatan lingkungan di masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Mobilitas dan Peningkatan jumlah penduduk, penyediaan air bersih, pemanfaatan jamban, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah, penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, polusi udara,air dan tanah dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan Penyakit Menular misalnya saja diare.
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara di termasuk indonesia. Diperkirakan 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak engalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Golongan uur yang paling menderita akibat diare adalah anak- anak karen adaya tahannya lemah. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan angka kematian diare pada anak balita adalah 6,6% per tahun pada tahun 1980, kemudian 3,7% tahun 1985, 2,1% tahun 1992 dan 1% tahun 1995. Diare merupakan penyebab kurang gizi yang terutama pada anak. Diare menyebabkan anoreksia (kurangnya nafsu makan) sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat menyebabkan kurangnya penyerapan usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan pada anak mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan kurang gizi. Jika hal ini berlangsung terus- enerus akan mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu.
Diare dipengaruhi beberapa faktor diantaranya :
1.      Keadaan lingkungan
2.      Perilaku masyarakat
3.      Pelayanan masyarakat
4.      Gizi
5.      Kependududkan
6.      Pendididkan
7.      Keadaan soasial ekonomi

1.2 Perumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan diare?
2.      Apa  epidemiologi dan etiologi penyakit diare?
3.      Bagaimana penularan penyakit diare?
4.      Apa langkah pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi penularan penyakit diare?
5.      Apa program yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk mencegah penularan penyakit diare?

1.3 Tujuan Penulisan

1.      Sebagai pemenuhan Tugas Mata Kuliah Program Pemberantasan Penyakit Menular
2.      Untuk menambah wawasan mengenai Penyakit Tidak Menular
3.      Untuk mengetahui program apa saja yang dilakukan untuk memberantas penyakit diare.


BAB 2 : PEMBAHASAN



2.1 Defenisi Diare

Diare dalah perubahan frekuensi dan konsentrasi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefenisiskan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari sealam (selama 24 jam). Para ibu munkin memepunyaki kriteria tersendiri mengenai lembek, cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah (muntahber). Penting untuk menanyakan kepada orang tua mengenai frekuensi dan konsentrasi tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja lembek sampai mencair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih) dalam sehari (Depkes RI, 2002).
Diare dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serngan (onset)yaitu :
1.      Diare akut yaitu < 2 minggu
2.      Diare kronik > 2 minggu

2.2 Epidemiologi

Sekitar lima juta anak di seluruh dunia meninggal karena diare akut.di Indonesia ada tahun 70 sampai 80-an , prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 pendududk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak dibawah usia lima tahun (balita). Deperkirakan kematian anak- anak akibat diare sekitar 200 – 250 ribu setiap tahunnya.
Angka CFR menurun dari tahun ke tahun, pada tahun 1975 CFR sebesar 40-50%, tahun 1980-an CFR sebesar 24%. Berdasarkan hasil  survei kesehatan rumah tangga (SKRT), tahun 1986 CFR sebesar 15%, tahun 1990 CFR sebesar 12%, dan diharapkan pada tahun 1999 akan turun menjadi 9%. Di Indonesia, laporan yang masuk ke departemen kesehatan menunjukkan bahwa setiap anak mengalami serangan diare sebanyak 1,6 – 2 kali setahun. Angka kesakitan dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari tahun ke tahun.


Tabel 1.1 angka kesakitan dan kematian akibat diare (semua umur) tahun 1990- 1999
Tahun
Angka kesakitan penduduk -per 1000 penduduk
CFR (%)
1990
29,79
0,024
1991
25,64
0,027
1992
25,41
0,017
1993
28,77
0,015
1994
26,64
0,019
1995
24,26
0,021
1996
23,57
0,019
1997
26,20
0,012
1998
25,30
0,009
1999
26,13
0,008

Tabel 1.1 Menggambarkan penurunan angka kesakitan diare dari 29,79 per 1000 penduduk tahun 1990 mencapai angka terendah 23,57 per 1000 penduduk pada tahun 1999. Demikian pula dengan angka kematian, terjadi penurunan dari 0,024% pada tahun 1990 menjadi 0,006% pada tahun 1999. Angka inibrelatif lebih rendah dibandingkan angka hasil SKRT karena sistem pencatatan dan pelaporan yang masih lemah.
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Data KLB diare dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Indonesia tahun 1996-2000
Tahun
Penderita
Meninggal
CFR (%)
1996
6.136
161
2,62
1997
17.890
184
1,08
1998
11.818
275
2,33
1999
5.159
76
1,47
2000
5.680
109
1,92

KLB diare menyerang hampir semua provinsi di Indonesia. Angka kematian yang jauh lebih tinggi daripada kejdian kasus diare biasa membuat perhatian para ahli kesehatan masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare secara cepat.

2.3 Etiologi

Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Virus: Rotavirus (40-60%), adnovirus
2.      Bakteri: Eschericia coli (20-30%), Shigella sp (1-2%), vibrio cholerae, dan lain- lain
3.      Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Griadia Lambia dapat dilihat pada gabar 23.1
4.      Keracunan makanan
5.      Melabsorbsi : karbohidrat, lemak, dan protein
6.      Alergi : makanan, susu sapi
7.      Imunodefisiensi : AIDS

2.4 Penularan

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanise berikut ini.
1.      Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah- rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempa penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2.      Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dpat menularkan diare ke orang yang memakannya.
3.      Faktor yang meningkatkan resiko diare adalah :
a.       Pada usia 4 bulan bayi ditadk lagi diberi asi ekslusif. (ASI ekslusif) adalah pemberian  ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan ). Hal ini akan eningkatkan resiko kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat- zat  kekebalan terhadap infeksi.
b.      Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan meningkatkan resiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasioleh kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.
c.       Menyimpan makanan pada sushu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makan yang merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d.      Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah buang air besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung.

2.5 Gejala dan Tanda

Beberapa gejala dan tanda diare antara lain :
1.       Gejala umum
a.       Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
b.      Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis kut
c.       Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d.      Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah
2.      Gejala spesifik
a.       Vibrio Cholerae : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis
b.      Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1.      Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, berat.
2.      Gangguan sirkulasi
Pada saat diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilagan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3.      Gangguan Asam Basa (asidosis)
Hal ini terjadi kehilangan  cairan elektrolit (bikarbonat) dari alam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafpas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.
4.      Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belu diketahui, kemungkinan karena kekurangan cairan ektraseluler enjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koa.
5.      Gangguan gizi
Gangguan gizi terjadi karena asupan akanan yang kurang dan output ysng berlebihan. Hal ini bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita mengalami kekurangan gizi.
Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.      Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
2.      Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
3.      Deidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat leemah.
(Gambar rantai penularan diare)

2.6 Pengobatan

Pengobatan diare berdasarkan derjat dehidrasinya.
1.      Tanpa dehidrasi, denga terapi A
Pada keadaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut mulai mencret. Anak yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau makan dan minum seperti biasa. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota keluarga lainnya dengan memberikan makan dan minum yang ada di rumah seperti air kelapa, larutan gula garam, air teh maupun oralit. Istilah pengobatan ini adalah dengan menggunakan terap A.
Ada tiga cara  pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah.
a.       Memberikan anak lebih banyak cairan
b.      Memberikan makanan terus menerus
c.       Membawa ke petugas kesehatan  bila anak tidak membaik dalam tiga hari.
2.      Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terpai B
Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai 5% dadri berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-10% dari berat badan. Untuk mengobati penyakit diare dehidrasi ringan atau sedang digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut:
Pada tiga ja pertama jumlah oralit yang digunakan:
Umur
<1 Tahun
1-4 tahun
>5 Tahun
Jumlah oralit
300mL
600 mL
1200 mL

Setelah itu tambahkan setiap kali mencret.
Umur
<1 Tahun
1-4 tahun
>5 Tahun
Jumlah oralit
100 mL
200 mL
400 mL

3.      Dehirasi berat, Terapi C
Diare dengan dehidrasi barat ditanndai dengan mencret terus menerus, biasanya lebih dari 10 kali disertai muntah, keilangan cairan lebih dari 10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL ( Ringer Laktat)
4.      Teruskan pemberian makan. Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin dan disesuaikan denga kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan memberikan susu formula.
5.      Antibiotik bila perlu
Sebagai dasar penyebab diare adalat Rotavirus yang ridak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.

2.7 Pencegahan

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain:
1.      Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa.
2.      Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.
3.      Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah buan iar besar.
4.      Memberika ASI pada anak sampai berusia 2 tahun.
5.      Menggunakan jamban yang sehat.
6.      Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
Berikut tingkatan pencegahan penyakit menular:
Upaya pencegahan dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan patologis penyakit atau dengan kata lain sesuai dengan riwayat alamiah penyakit tersebut.
Ada 3 tingkat utama pencegahan :
1.        Pencegahan  tingkat pertama (Primer prevention)
Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pd periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit
Tujuan: mengurangi insiden penyakit dengan cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya
Upaya yang dilakukan adalah untuk memutus mata rantai infeksi “agent – host - environment” terdiri dari:
a.    Health promotion (promosi kesehatan)
b.    Specific protection (perlindungan khusus)
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
a.    Health promotion (promosi kesehatan)
-         Pendidikan kesehatan, penyuluhan
-         Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
-         Penyediaan perumahan yg sehat
-         Rekreasi yg cukup
-         Genetika
-         Pemeriksaan kesehatan berkala
b.    Specific protection (perlindungan khusus )
-         Imunisasi
-         Kebersihan perorangan
-         Sanitasi lingkungan
2.    Pencegahan tingkat kedua( Sekunder prevention)
Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut
Tujuan: menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Terdiri dari :
a.      deteksi dini 
b.      pemberian pengobatan (yang tepat)
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya terebut adalah
a.       Deteksi  dini
-         Penemuan kasus (individu atau masal)
-         Skrining
-         Pemeriksaan khusus dengan tujuan
-         Menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut
-         Mencegah penyebaran penyakit menular
-         Mencegah komplikasi dan akibat lanjutan
-         Memperpendek masa ketidakmampuan
b.      Pemberian pengobatan
-         Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit
-         mencegah komplikasi dan sekuele yg lebih parah
-         Penyediaan fasilitas khusus untuk membatasi ketidakmampuan dan mencegah kematian
Contoh
PMS à kultur rutin bakteriologis utk infeksi asimtomatis pd kelompok resti
Sifilis à tes serologis utk infeksi preklinis pd kelompok risti
DBD à pemeriksaaan rumple leed

3.    Pencegahan tingkat ketiga ( tertiary prevention)
Adalah Pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan untuk mencegah cacad dan mengembalikan penderita ke status sehat
Tujuan: menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan dan membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Terdiri dari:
a.      Disability limitation
b.      Rehabilitation
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya tersebut adalah :
a.       Disability limitation
-         Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar tidak terjadi komplikasi.
-         Pencegahan terhadap komplikasi maupun cacat setelah sembuh.
-         Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
-         Mengusahakan pengurangan beban beban non medis ( sosial ) pada penderita untuk memungkinkan meneruskan pengobatan dan perawatannya.
b.      Rehabilitasi
-         Penempatan secara selektif
-         Mempekerjakan sepenuh mungkin
-         penyediaan fasilitas untuk pelatihan hingga fungsi tubuh dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
-         Pendidikan pada masyarakat dan industriawan agar menggunakan mereka yang telah direhabilitasi
-         Penyuluhan dan usaha usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh.
-         Peningkatan terapi kerja untuk memungkinkan pengrmbangan kehidupan sosial setelah ia sembuh.
-         Mengusahakan suatu perkampungan rehabilitasi sosial.
-         Penyadaran masyarakat untuk menerima mereka dalam fase rehabilitasi.
-         Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi
Contoh
Fraktura & cedera à memasang rel pegangan tangan (handrails) di rumah orang yg mudah jatuh
Ulserasi kulit kronis à penyediaan matras khusus utk penyandang cacat berat 
Pencegahan penyakit menular di tingkat pelayanan primer/puskesmas dilakukan melalui program :
1.                  P2 TBC
2.                  P2 IMS HIV/AIDS
3.                  P2 Kusta
4.                  P2 ISPA
5.                  P2 Malaria
6.                  P2 Flu Burung
7.                  P2 DBD
8.                  P2 DIARE
9.                  Pencegahan Penyakit / Imunisasi
10.              Surveilens Epidemiologi
Cara melakukan pencegahan diare yang efekrif dan benar:
  1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai bayi berumur 2 tahun
  2. Memberikan makan pendampinf ASI yang sesuai umur
  3. Memberikan minuman air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup
  4. Mencucu tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah air besar
  5. Membuang air besar di jamban

2.8 Program Pemberantasan

1.      Kebijaksanaan
Meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan dengan meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor.

2.      Strategi
a.       Tata laksana pasien di rumah
·         Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti air tajin, larutan gula garam dan air kelapa
·         Meneruskan pemberian makanan lunak dan tidak bersifat merangsang lambung, ditambah makanan ekstra setelah diare
·         Membawa pesan kesarana kesehatan bila:
-          Buang air besar sering dan banyak.
-          Makin kehausan
-          Tidak dapat makan atau minum
-          Demam
-          Ditemukan darah pada tinja
-          Kondisi makin memburuk dalam 24 jam
b.      Tata laksana penderita di sarana kesehatan
-          Rehidrasi oral
-          Memberi infus denga Ringer Laktat
-          Menggunakan obat rasional
-          Memberi nasihat tentang makanan, rujukan, dan pencegahan
c.       Pencegahan penyakit
-          Menanamkan higene pribadi
-          Merebus air minu sebelum digunakan
-          Menjaga kebersihan lingkungan (WC dan SPAL)
3.      Langkah-Langkah
Untuk mencapai tujuan diatas diperlukan:
a.       Kerjasama lintas program dan lintas sektor
b.      Pelatihan atau penyegaran tentang diare
c.       Pemantapan manajemen serta pencatatan dan pelaporan kasus diare
d.      Pemantapan manajemem persediaan oralit
e.       Peningktan sistem kewaspadaan dini dalam kejadian laur biasa
f.       Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi
g.      Mengupayakan peningkatan pengetahuan dan partisipasi kader kesehatan di desa untuk melaporkan setiap ada kasus diare yang terjadi pada daerah tersebut
4.      Kegiatan
a.       Penemuan dan pengobatan pasien sedini mungkin
-          Jangka pendek
·         Menemukan dan mengobati pasien
·         Melakukan rujukan dengan cepat
·         Melakukan kaporisasi air dan disinfeksi kotoran yang tercemar
·         Memberikan penyuluhan tentanh higiene  dan sanitasi lingkungan
·         Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor
-          Jangka panjang
·         Memperbaiki faktor lingkungsn
·         Mengubah kebiasaan tidak sehat mejadi kebiasaan sehat.
·         Pelatihan petugas.
5.      Pencatatan dan Pelaporan
Dilakukan oleh kader dan petugas kesehatan
.
6.      Pemantauan dan Evaluasi
a.       Pemantauan wilayah setempat
b.      Evaluasi program dapat dilaksanakan dengan menggunakan laporan hasil pemantauan, sehingga dapat diketahui:
                           
·        Cakupan Pelayanan
              Perkiraan kasus diare di masyarakat= 3% x jumlah penduduk
·        Kualitas tata laksana pasien
Kualitas tata laksana pasien baik jika hasil perhitungan > 95%
·        Masalah tata laksana pasien

Masalah tata laksana pasien diare dikatakan baik jika hasil perhitungan >3%
·        Peran serta masyarakat
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang kurang tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
WHO memperkirakan 4 milyar kasus diare terjadi di dunia pada tahun 2007 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak di bawah umur 5 tahun (Adisasmito, 2007: 2). WHO juga menyebutkan penyakit infeksi seperti diare (18%), pneumonia (14%), dan campak (5%) merupakan beberapa penyebab kematian anak-anak usia balita di Indonesia (Solares, 2011).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, pada tahun 2010 jumlah penderita diare meningkat menjadi 8.443 kasus dengan korban yang meninggal sebanyak 209 jiwa, dan terjadi KLB di 15 propinsi, sedangkan pada tahun 2011 KLB diare terjadi di 11 propinsi den- gan jumlah penderita sebanyak 4.204 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74%. Pada tahun 2012 dengan jumlah penderita sebanyak 5.870 orang.

2.9 Gambaran Berdasarkan Survei dan Penelitian

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan apakah responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah, ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali sehari dengan kotoran lembek/cair.
Responden yang menderita diare ditanya apakah minum oralit atau cairan gula garam. Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini






BAB 3 : KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan

Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara di termasuk indonesia. Diperkirakan 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak engalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja. Untuk itu diperlukan program pemberantasan enyakit diare agar tidak menjadi Kejadian Luar Biasa di suatu wilayah.

3.2 Saran

Diaharapkan dengan mempelajari materi Program Pemberantasan Penyakit ini, mahasiswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari demi mencapai Indonesia sehat dan sejahtera.











DAFTAR PUSTAKA


Depkes. (2008). Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Depkes RI

Nasry Noor,Nur.Prof.Dr.MPH.2009.Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular.Rineka Cipta:Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela Data dan Informasi, Volume 2, Triwulan 2, 2011

Mafazah,Lailatul.Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu dan Kejadian Diare.Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8 (2):176-182


Widoyono,Dr.MPH.2005.Penyakit Tropis.Erlangga:Semarang